1. DEFINISI
Water Treatment Plant adalah sebuah
system yang difungsikan untuk mengolah air dari kualitas air baku (influent)
yang kurang bagus agar mendapatkan kualitas air pengolahan (effluent) standart
yang di inginkan/ditentukan atau siap untuk di konsumsi.
2. PARAMETER
Parameter Fisik:
Parameter fisik air biasanya di
lihat dari unsur yang berhubungan dengan indra manusia seperti penglihatan,
sentuhan, rasa dan penciuman, yang meliputi Turbidity (kekeruhan), warna, bau,
rasa dan suhu. Sistem pengolahan yang biasa di gunakan adalah Sistem
Sedimentasi (Pengenda-pan), Filtrasi dan penambahan desinfektan.
Jika dilihat dari jenis senyawanya
di bagi menjadi 2(dua) yaitu:
1. Parameter Kimia
Senyawa kimia yang sering di temukan
pada air adalah Fe, Mn, Ca, Mg, Na, SO4, CO3. Jika air memiliki kandungan
senyawa kimia yang berlebihan (tidak masuk standart konsumsi yang aman),
Pengolahan dapat dilakukan dengan sistem filtrasi dengan menggunakan media
tertentu misalnya system Reverse Osmosis atau Demineralier dan Softener.
2. Parameter Biologi
Parameternya dilihat berdasarkan
adanya mikroorganisme yang ada di dalam air. Bila jumlah mikro-organisme di
dalam air berlebihan biasanya akan mengganggu kesehatan bila di konsumsi.
Pengola-han dapat dilakukan dengan menggunakan desinfektan atau alat yang biasa
digunakan, misalnya in-jeksi Chlor, System UV dan System Ozone (O3).
3. UNIT
A. Sand Filter
Sistem filtrasi ini menggunakan
media pasir silica yang di tumpuk di atas gravel, system sand fil-ter berfumgsi
sebagai penyaring/menghilangkan kotoran yang kasat mata (mis: kekeruhan, lumut
dll.) yang mempunyai daya saring 20-30μ (tergantung brand/jenis media).
Biasanya media ini mempunyai umur
3-4 tahun (tergantung influent).
Maintenance
1. Backwash
Backwash adalah pencucian yang
dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang terakumulasi di atas media dengan
metode aliran terbalik (dari bawah ke atas/kebalikan system running). Air
ha-sil backwash langsung di buang melalui drain. Backwash biasanya di lakukan
setiap 1-2 hari selama 30-60 menit(tergantung influent dan ting-kat kekotoran
media) bila tekanan air yang keluar lebih rendah dari tekanan air yang masuk
fil-ter.
2. Sanitasi
Dilakukan setiap bulan atau saat
hasil analisa mikro tidak masuk standart yang di tentukan.
Sanitasi dilakukan dengan cara
memasukkan bahan sanitasi (mis: oxonia dll.) kedalam tangki dan di rendam
bersama media dengan jumlah dan waktu yang telah di tentukan. Selain itu
sani-tasi bisa juga di lakukan dengan cara merendam media dengan air ber suhu di
atas 80° Celcius selama 1-2 jam.
3. Rinse/Pembilasan
Dilakukan setelah proses backwash
atau sanitasi selesai yang bertujuan untuk membilas kotoran-kotoran yang
tersisa pada proses backwash juga menghilangkan sisa bahan sanitasi yang
tersisa pada proses sanitasi.Air hasil Rinse langsung di buang melalui drain.
B. Karbon Aktif Filter
Sistem filtrasi ini menggunakan
media arang, yang saat ini banyak di gunakan adalah arang ba-tubara dan batok
kelapa, system ini berfungsi sebagai bau, warna, bahan organic termasuk sisa
chlor.
Biasanya Karbon aktif bisa bertahan
sampai 1-2 tahun (tergantung influent).
Maintenance
1. Backwash
Dilakukan setiap 1-2 hari tergantung
tingkat kekotoran atau pada saat media jenuh(tidak mampu menyaring sisa chlor).
2. Sanitasi
Dilakukan setiap bulan atau hasil
analisa mikro tidak masuk standart yang di tentukan.
Biasanya di rendam air dengan suhu
diatas 80º Celcius (autoclave) selama 2 jam.Juga dalam ka-sus tertentu dapat di
rendam dengan bahan sanitasi selama 30 menit untuk sanitasi (penting!: karbon
aktif tidak di anjurkan di rendam bahan sanitasi terlalu lama juga terlalu
sering).
3. Rinse/Pembilasan
Dilakukan setelah proses backwash
atau sanitasi selesai.
C. Softener (Jika memakai system
softener)
Sistem filtrasi ini menggunakan
media resin kation yang di aktifkan menggunakan garam, sys-tem ini berfungsi
menghilangkan kesadahan (Ca dan Mg).
Umur media mencapai 10-12 bulan
(tergantung influent).
Maintenance
1. Backwash
Dilakukan sebelum melakukan regenerasi.
2. Regenerasi
Dilakukan pada saat media telah
jenuh (tidak mampu menurunkan kesadahan) dengan cara mer-endam/mengaliri media
dengan larutan garam.
3. Sanitasi
Dilakukan dengan cara mengaliri
media dengan larutan chlor konsentrasi rendah (0,1-0,2 ppm) selama beberapa
menit (1-2 menit).
4. Rinse/Pembilasan
Dilakukan setelah 3 ( tiga) proses
diatas selesai.
D. Kation (Jika memakai system
Demineralizer)
Sistem filtrasi ini memakai media
resin kation yang di aktifkan menggunakan larutan Hcl yang berfungsi menurunkan
total alkalinitas, kesadahan. Sebagai catatan sistem ini juga menurunkan pH air
yang diproses (<4) Umur media mencapai 10– 12 bulan (tergantung influent).
Maintenance 1. Backwash Dilakukan sebelum proses regenerasi 2. Regenerasi Proses
ini dilakukan apabila resin kation sudah jenuh, ini bisa di tandai dengan
melihat salah satu parameter air effluent tidak masuk standart (mis: pH naik
(>4), alkalinity dan kesadahan tinggi (nilai influent mendekati effluent)).
3. Sanitasi
Dilakukan bila hasil analisa mikro
tidak masuk standart.
4. Pembilasan
Dilakukan setelah 3(tiga) proses
diatas selesai.
E. Anion (Jika memakai system
Demineralizer)
Sistem filtrasi ini memakai media
resin anion yang di aktifkan menggunakan larutan NaoH yang berfungsi menurunkan
total alkalinitas, kesadahan. Sebagai catatan sistem ini juga menaikkan pH air
yang diproses (>10). Umur media mencapai 10– 12 bulan (tergantung influent).
Maintenance
1. Backwash
Dilakukan sebelum proses regenerasi
2. Regenerasi
Proses ini dilakukan apabila resin
kation sudah jenuh, ini bisa di tandai dengan melihat salah satu parameter air
effluent tidak masuk standart (mis: pH turun (<9), alkalinity dan kesadahan
tinggi (nilai influent mendekati effluent)).
3. Sanitasi
Dilakukan bila hasil analisa mikro
tidak masuk standart.
4. Pembilasan
Dilakukan setelah 3(tiga) proses
diatas selesai.
PENGOLAHAN
LIMBAH B3
Definisi
limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu
kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3)
karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity)
serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak
langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan
manusia. Definisi lain dari limbah B3 berdasarkan Peraturan Pemerintah
No.18/1999 ialah “Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah sisa
suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun
yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik langsung
maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup,
dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lain” .
Jenis-jenis
proses pengolahan limbah secara fisik dan kimia antara lain :
1.
Proses pengolahan secara kimia
:
- Reduksi-Oksidasi
- Elektrolisasi
- Netralisasi
- Presipitasi / Pengendapan
- Solidifikasi / Stabilisasi
- Absorpsi
- Penukaran ion, dan
- Pirolisa
2. Proses pengolahan limbah secara fisik :
- Pembersihan gas : Elektrostatik presipitator, Penyaringan partikel, Wet scrubbing, dan Adsorpsi dengan karnbon aktif
- Pemisahan cairan dengan padatan : Sentrifugasi, Klarifikasi, Koagulasi, Filtrasi, Flokulasi, Floatasi, Sedimentasi, dan Thickening
- Penyisihan komponen-komponen yang spesifik : Adsorpsi, Kristalisasi, Dialisa, Electrodialisa, e, Leaching, Reverse osmosis, Solvent extraction, dan Stripping
Penerapan
sistem pengolahan limbah harus disesuaikan dengan jenis dan karakterisasi dari
limbah yang akan diolah dengan memperhatikan 5 hal sebagai berikut :
- Biaya pengolahan murah,
- Pengoperasian dan perawatan alat mudah,
- Harga alat murah dan tersedia suku cadang,
- Keperluan lahan relatif kecil, dan
- Bisa mengatasi permasalahan limbah tanpa menimbulkan efek samping terhadap lingkungan.
Teknologi
Pengolahan
Terdapat
banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling populer
di antaranya ialah chemical conditioning, solidification/Stabilization,
dan incineration.
Chemical
Conditioning
Salah
satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning.
TUjuan utama dari chemical conditioning ialah:
1.
- menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam lumpur
- mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur
- mendestruksi organisme patogen
- memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioningyang masih memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses digestion
- mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan dapat diterima lingkungan
Chemical
conditioning terdiri dari beberapa tahapan
sebagai berikut:
1. Concentration
thickening
Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan diolah dengan cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya digunakan pada tahapan ini ialah gravity thickener dan solid bowl centrifuge. Tahapan ini pada dasarnya merupakan tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya pada tahapan de-watering selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler gravity thickener dan centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah menggunakan proses flotation pada tahapan awal ini.
Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan diolah dengan cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya digunakan pada tahapan ini ialah gravity thickener dan solid bowl centrifuge. Tahapan ini pada dasarnya merupakan tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya pada tahapan de-watering selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler gravity thickener dan centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah menggunakan proses flotation pada tahapan awal ini.
2. Treatment,
stabilization, and conditioning
Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui proses pengkondisian secara kimia, fisika, dan biologi. Pengkondisian secara kimia berlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan bahan-bahan kimia dengan partikel koloid. Pengkondisian secara fisika berlangsung dengan jalan memisahkan bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara pencucian dan destruksi. Pengkondisian secara biologi berlangsung dengan adanya proses destruksi dengan bantuan enzim dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlibat pada tahapan ini ialahlagooning, anaerobic digestion, aerobic digestion, heat treatment,polyelectrolite flocculation, chemical conditioning, dan elutriation.
Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui proses pengkondisian secara kimia, fisika, dan biologi. Pengkondisian secara kimia berlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan bahan-bahan kimia dengan partikel koloid. Pengkondisian secara fisika berlangsung dengan jalan memisahkan bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara pencucian dan destruksi. Pengkondisian secara biologi berlangsung dengan adanya proses destruksi dengan bantuan enzim dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlibat pada tahapan ini ialahlagooning, anaerobic digestion, aerobic digestion, heat treatment,polyelectrolite flocculation, chemical conditioning, dan elutriation.
3. De-watering
and drying
De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan air dan sekaligus mengurangi volume lumpur. Proses yang terlibat pada tahapan ini umumnya ialah pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa digunakan adalah drying bed, filter press, centrifuge, vacuum filter, dan belt press.
De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan air dan sekaligus mengurangi volume lumpur. Proses yang terlibat pada tahapan ini umumnya ialah pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa digunakan adalah drying bed, filter press, centrifuge, vacuum filter, dan belt press.
4. Disposal
Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses yang terjadi sebelum limbah B3 dibuang ialah pyrolysis,wet air oxidation, dan composting. Tempat pembuangan akhir limbah B3 umumnya ialah sanitary landfill, crop land, atauinjection well.
Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses yang terjadi sebelum limbah B3 dibuang ialah pyrolysis,wet air oxidation, dan composting. Tempat pembuangan akhir limbah B3 umumnya ialah sanitary landfill, crop land, atauinjection well.
Solidification/Stabilization
Di
samping chemical conditiong, teknologi solidification/stabilization
juga dapat diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat
didefinisikan sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif)
dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk
mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan
sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua
proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang
sama. Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi
menjadi 6 golongan, yaitu:
- Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah dibungkus dalam matriks struktur yang besar
- Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik
- Precipitation
- Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
- Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke bahan padat
- Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali
Teknologi
solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2), dan bahan
termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah metoda in-drum
mixing, in-situ mixing, danplant mixing. Peraturan mengenai
solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL berdasarkan Kep-03/BAPEDAL/09/1995
dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
Incineration
Teknologi
pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik dalam
teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah
hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan
solusi final dari sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya
memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak
kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun,
insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari komponen
limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu,
insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil.
Aspek
penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating value)
limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses
pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh
dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk
membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized
bed, open pit, single chamber, multiple
chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit.
Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai
kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas
secara simultan.